21 April 2009

Dering Bel Es Krim

Cerita Anak ini pernah dimuat di majalah BOBO edisi No. 17/2 Agustus 2007
Oleh : Eko Hartono.


Tante Hilda gelisah dan cemas. Upik, putri tunggalnya, hilang. Upik yang baru berusia empat tahun itu, tidak tahu pergi ke mana. Padahal tante Hilda masih sempat melihat anaknya itu bermain sendirian di teras depan. Ketika ia menengok kembali ke depan, Upik sudah tidak ada.

Tante Hilda sudah mencari ke rumah para tetangga, tapi Upik tidak ada. Di beberapa tempat bermain anak-anak juga tidak ada. Teman-teman tante Hilda juga tidak ada yang tahu. Tante Hilda menangis sedih. Orang-orang datang mengerumuninya di beranda depan.

Toni, Yanto, dan Arman ikut mendekat. Mereka menanyai tante Hilda. “Mungkin Upik diajak Oom Hendro!” Yanto menduga.

“Tidak mungkin! Oom Hendro kan masih di kantor,” kata tante Hilda. Oom Hendro adalah suami tante Hilda, papa Upik.

“Jangan-jangan Upik diculik?” cetus seseorang membuat tante Hilda semakin pucat pasi.

“Ya, Tuhan! Jangan sampai anakku diculik!”

“Tenang, Tante. Sebaiknya dicari dulu, mungkin ada petunjuk ke mana perginya Upik. Coba, Tante ingat, apa yang dilakukan Upik sebelum Tante ke belakang?” tanya Toni.

“Dia sedang bermain boneka di beranda depan rumah ini. Tante sudah ingatkan dia agar jangan main jauh-jauh. Dia hanya mengangguk.”

“Apa dia tidak bilang sesuatu sama Tante? Misalnya, berpamitan mau pergi ke mana atau meminta sesuatu?”

Tante Hilda diam sebentar, sedang mengingat-ingat. Tiba-tiba dia berseru, “Oh ya, tadi waktu ada penjual es krim lewat depan rumah, dia sempat berteriak minta dibelikan es krim. Tapi Tante tidak ijinkan, karena nanti dia batuk. Hanya itu saja!”

“Jangan-jangan dia mengikuti penjual es krim keliling itu,” sahut Arman bersemangat.

Tiga sekawan itu segera berlari mencari penjual es krim yang berkeliling kampung dengan sepeda kayuh. Tapi setelah bertemu dengan penjual es krim itu, ternyata Upik tidak bersamanya.

“Saya tadi memang melihat anak kecil itu. Dia nangis minta dibelikan es krim waktu saya lewat,” kata si penjual es krim waktu ditanya Arman.

Toni, Arman, dan Yanto menghela napas lesu. Hilangnya Upik semakin misterius bagi mereka. Mereka tidak tahu lagi harus mencari kemana. Tapi tiba-tiba Toni mendapat akal. Ia meminjam bel elektrik milik penjual es krim yang biasa digunakan untuk memanggil pembeli.

Toni lalu berjalan menyusuri gang sambil membunyikan bel. Ia berharap bisa memancing Upik keluar dengan dering bel itu. Bukankah Upik suka sekali pada es krim? Sepanjang jalan gang menuju rumah Upik, Toni terus membunyikan bel itu. Setiba di depan rumah Upik, dering bel es krim masih dibunyikan.

Orang-orang yang melihat kelakuan Toni malah tersenyum-senyum geli. Dikiranya Toni sedang bermain-main. Namun tiba-tiba… Upik muncul dan berlari keluar dari dalam rumah. Ia menghampiri bunyi dering bel yang dikiranya penjual es krim lewat.

Orang-orang tertegun melihatnya. Tante Hilda senang bukan main. Ia segera menghambur memeluk putrinya.

“Ke mana saja kamu, sayang? Mama kebingungan mencarimu?” tanya tante Hilda.

“Upik sembunyi di kolong ranjang, Ma. Abiiis, Mama enggak mau beli es krim, siiih…” jawab Upik.

Semua yang mendengar jawaban Upik tertawa geli. Rupanya, Upik tidak pergi ke mana-mana. Ia cuma bersembunyi di dalam rumah karena kesal pada mamanya.

Tante Hilda akhirnya mau membelikan Upik es krim. Anak itu gembira bukan main. Toni, Arman, dan Yanto juga kebagian es krim gratis. Semua tetangga memuji kecerdasan Toni. (*)

Tirtomoyo, April 2007

Tidak ada komentar: