12 Mei 2009

Bertukar Tempat

Cerita Anak ini diimuat di majalah Bobo No.51/XXXVI, 26 Maret 2009
Oleh Eko Hartono


Dina dan Dini adalah saudara kembar. Wajah mereka sangat mirip. Model rambut mereka juga sama. Apalagi mereka sering memakai pakaian yang sama. Walaupun begitu, sifat mereka agak berbeda. Dina agak pemalu dan pendiam. Ia pintar di kelas. Sementara Dini lincah dan banyak bicara. Di kelas prestasinya sedang-sedang saja.

Dini dan Dina bersekolah di tempat yang berbeda. Mama papa mereka ingin mereka memiliki pengalaman dan teman yang berbeda. Mereka juga tak ingin guru dan teman-teman di sekolah bingung membedakan Dina dan Dini.

Suatu malam ketika sedang belajar di kamar, tiba-tiba Dini berkata pada Dina. “Eh, Na. Besok kita tukaran tempat yuk!”

“Tukaran tempat bagaimana maksudmu?” tanya Dina tak mengerti.

“Kamu nanti masuk ke sekolahku dan aku masuk sekolahmu. Kita tukaran seragam dan tas sekolah. Aku yakin orang-orang tidak akan tahu. Aku ingin merasakan bagaimana suasana belajar di sekolahmu.”

“Ah, takut ketahuan, Ni! Lagi pula aku tidak kenal teman-temanmu dan guru-gurumu,” kata Dina panik.

“Tenang saja! Nanti aku kasih tahu, siapa nama teman-temanku di kelas dan siapa guru-guruku. Kamu tenang saja. Pokoknya, pasti asyik, deh!”

Karena terus dibujuk saudaranya, akhirnya Dina setuju.

Pagi itu, Dini dan Dina buru-buru berangkat ke sekolah. Mereka tak mau rencana mereka ketahuan Mama. Sesuai rencana yang telah disepakati, Dina berangkat ke sekolah Dini. Dan begitu sebaliknya.

Ketika memasuki ruang kelas, Dina berpapasan dengan teman-teman Dini. Mereka menyapanya. Dina membalas sapaan mereka. Tidak ada seorang pun yang curiga. Ternyata teman-teman Dini berhasil dikecohnya. Dina duduk di bangku yang biasa diduduki Dini.

“Ni, kamu sudah bikin PR, belum?” Tiba-tiba seorang anak perempuan yang memakai pita merah bertanya. Dia pasti Riana, batin Dina.

“PR apa?” tanya Dina, karena ia memang tidak tahu. Dini tidak memberitahu kalau ada PR.

“PR Matematika. Masak lupa?”

“Oh ya.” Dina buru-buru membuka tas dan memeriksa buku PR matematika Dini. Ternyata Dini belum mengerjakan PR.

Huh, Dini rupanya ingin mengerjai aku. Dia minta aku menggantikan tempatnya, karena dia belum mengerjakan PR. Untung Riana mengingatkannya. Dina mulai jengkel pada Dini.

Terpaksa Dina mengerjakan PR Dini. Ketika bel tanda masuk berbunyi, PR matematika itu sudah selesai dikerjakannya. Dina berharap, tidak ada lagi kejadian yang bikin hatinya kesal. Dia juga berharap jam sekolah segera berakhir. Ia ingin buru-buru marah pada Dini.

Akan tetapi, harapannya tidak terkabul. Pada jam pelajaran Bahasa Indonesia, tiba-tiba Dina diminta maju ke depan oleh Pak Guru. Dengan agak gugup dan bingung Dina melangkah ke muka kelas. Dia berdiri di hadapan teman-temannya.

“Kemarin kan, kamu tidak membuat PR Bahasa Indonesia. Dan sebagai hukuman, Bapak kemarin memberimu tugas membuat puisi. Apa sudah kamu bikin? Sekarang, ayo bacakan puisi karya kamu itu!” ujar Pak Guru tegas.

Ya, ampun! Kok jadinya begini, gerutu Dina dalam hati.

Tiba-tiba Dina sadar, kalau Dini sebenarnya sedang mengerjai dirinya. Dini sengaja mengajak bertukar tempat karena dia malas dan tidak mau mengerjakan tugasnya. Untunglah Dina suka menulis puisi. Dengan mudah ia menciptakan puisi dadakan.

Pulang dari sekolah, Dina tak bisa menahan diri lagi. Ia langsung marah-marah pada Dini. Juga melaporkan perbuatan Dini kepada Mama.

Mama akhirnya menegur Dini. Walaupun begitu, Dina juga kena teguran.

“Lo, Mama, kok, marah sama Dina juga? Dina kan sudah jadi korban perbuatan Dini,” kata Dina membela diri.

“Kamu juga salah! Kalau kamu tidak menerima ajakan Dini, tentu kejadian ini tak akan terjadi. Kalian telah bekerja sama melakukan kebohongan. Ingat, berbohong itu bukan hanya merugikan orang lain, tapi juga diri sendiri. Orang yang suka berbohong tidak akan dipercaya orang lain!” tegas Mama.

“Maafkan Dina, Ma. Dina janji tidak akan mau diajak berbohong lagi!”

“Dan kamu Dini. Kalau ada kesulitan atau masalah, jangan dipendam sendiri. Apalagi dibebankan pada orang lain. Itu namanya tidak bertanggung jawab. Lebih baik berterus terang dan tak perlu malu untuk meminta tolong. Mengerti?” ujar Mama kepada Dini.

Dini mengangguk. Ia merasa bersalah dan menyesal. Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan seperti ini lagi! (*)

Tidak ada komentar: