12 Mei 2009

Dimusuhi Teman-teman

Cerita Anak ini dimuat Harian Sore Wawasan, 3 Agustus 2008
Oleh Eko Hartono


Hari itu wajah Gata tampak muram. Pulang sekolah dia tidak langsung pergi bermain, tapi malah mengurung diri di kamar. Padahal biasanya anak itu langsung ngeblas pergi begitu usai makan siang. Melihat perubahan ini hati mamanya agak senang juga. Beliau memang menginginkan putranya beristirahat sejenak setelah capek belajar di sekolah.

Tapi perubahan perilaku Gata ini menimbulkan tanda tanya dalam hati beliau. Pasalnya, sikap Gata tidak biasanya. Mama lalu mencoba mengetahui apa yang terjadi pada putranya. Ketika ditengok di kamarnya, Gata tampak sedang berbaring sambil melamun.

“Gata, apa yang kamu pikirkan?” tegur Mama mengagetkan Gata.

“Ah, enggak, Ma. Gata tidak memikirkan apa-apa,” jawab Gata sambil bangkit dan duduk di tepi ranjang. Mama duduk di sampingnya.

“Kalau tidak ada apa-apa, kenapa kamu mengurung diri di kamar? Tidak biasanya kamu berlaku seperti ini. Biasanya kamu sudah ngelayap ke mana-mana sepulang sekolah,” cetus Mama.

Gata terdiam. Menundukkan kepala dalam.

“Kayaknya kamu ada masalah? Coba bilang sama Mama, siapa tahu mama bisa membantu?”

Gata masih terdiam. Tapi sejurus kemudian dia menarik napas dalam, lalu berkata dengan suara lirih. “Gata dimusuhi teman-teman, Ma…”

“Dimusuhi teman-teman? Memangnya apa yang telah kamu lakukan?”

“Gata tidak melakukan apa-apa, Ma. Tapi tidak tahu, kenapa tiba-tiba mereka menjauhi Gata. Mereka tidak mau bermain lagi dengan Gata…”

“Mereka tentu punya alasan sampai memusuhi dan menjauhi kamu. Mereka pasti pernah dirugikan atau tersinggung oleh perbuatan kamu?”

“Sungguh, Ma. Gata tidak melakukan apa-apa. Justru Gata yang merasa dirugikan mereka. Soalnya mereka telah merusakkan barang mainan Gata.”

“O, jadi mereka merusakkan barang mainanmu. Apakah mereka sudah minta maaf?”

“Sudah, tapi Gata sempat kesel, Ma. Gata lalu marah-marah sama mereka….!”

“Jadi kamu marah-marah, lalu mereka tak mau lagi berteman denganmu?”

Gata mengangguk.

“Itulah kesalahanmu.”

“Kok salah Gata sih, Ma. Kan mereka dulu yang salah. Kenapa Gata ikut disalahkan?” protes anak laki-laki kelas tiga SD itu.

“Ya. Kalau mereka sudah minta maaf, kamu semestinya bisa menerima permintaan maaf mereka. Kamu tak perlu marah-marah. Kamu cukup menasehati mereka agar tidak mengulangi hal sama…”

“Tapi Gata kesal, Ma. Barang mainan Gata rusak.”

“Barang mainan yang rusak masih bisa diganti, Gata. Tapi kalau persahabatan rusak, apakah bisa diganti? Coba Gata rasakan, enak mana punya mainan tapi tidak punya teman dengan punya banyak teman meskipun tidak punya mainan?”

Gata terdiam sebentar. Merenungkan kata-kata mamanya. Apa yang dikatakan Mama memang benar. Tidak punya teman itu tidak enak. Buktinya, sekarang ini dia tidak bisa bermain dengan teman-temannya. Dia merasa sedih dan kesepian karena hanya bisa bermain sendirian.

“Enakan punya teman, Ma…,” ucap Gata lirih.

“Kalau begitu datangilah teman-temanmu. Mintalah maaf sama mereka.”

“Tapi, Ma…?”

“Percaya sama Mama. Mereka pasti akan menerimamu kembali dan kalian bisa berteman lagi seperti dulu!” tegas Mama.

Gata mengangguk.

Esok harinya Gata menemui teman-temannya di sekolah. Dia mengutarakan permintaan maaf atas sikapnya kemarin yang marah-marah sama mereka. Doni, Irfan, dan Wahyu dengan senang hati menerima permintaan maaf Gata. Mereka juga minta maaf. Mereka lalu bersalaman. Wajah mereka kembali ceria. Doni berkata kepada Gata mewakili temannya.

“Kami akan mengganti barang mainanmu yang rusak, Gat. Kami sudah iuran uang!”

“Tidak usah, teman-teman. Soalnya aku sudah dibelikan yang baru oleh Mama,” tukas Gata.

“Oh ya? Kamu punya yang baru? Boleh kami pinjam?” ujar Irfan.

“Boleh, tapi hati-hati jangan sampai rusak lagi,” kata Gata.

“Oke! Kami janji akan berhati-hati!” sahut teman-temannya serempak.

Mereka tertawa gembira. Mereka kembali bermain bersama. Betapa indahnya persahabatan!
Tirtomoyo, 4 Juli 20008

Tidak ada komentar: