15 Maret 2011

Tertangkap Oleh Kamera Pengintai

Oleh Eko Hartono


Siang itu Niko duduk melamun di sudut bangunan sekolah. Deni yang melihatnya jadi heran. Dia segera mendekat.

“Kamu kenapa, Nik? Kok tampang kamu kusut begitu?” tanyanya.

“Aku tidak apa-apa, Den.”

“Kalau tidak apa-apa, kenapa wajah kamu tampak muram? Kamu tak perlu malu mengungkapkan permasalahanmu, Nik. Siapa tahu aku bisa membantu?”

Niko terdiam. Tampaknya dia agak berat untuk berterus terang.

“Ayolah, jangan sungkan. Katakan saja…”

Niko akhirnya mau bercerita. Dia diancam oleh Andre karena telah menjadi saksi perbuatan anak itu. Selama ini Andre kerap berbuat nakal, mengambil uang atau makanan di kantin. Andre akan menghajar Niko jika sampai perbuatannya dibocorkan. Itulah kenapa Niko jadi gelisah dan murung. Dia merasa takut oleh ancaman Andre.

“Kenapa kamu harus takut, Nik? Kalau kamu benar, kamu tidak boleh takut. Perbuatan Andre harus dilaporkan pada guru. Agar dia mendapatkan hukuman dan tidak mengulangi perbuatannya!” ujar Deni.

“Tapi kita tidak punya bukti atas perbuatannya. Kalau cuma aku yang melapor nanti dikira fitnah!” tukas Niko.

Deni diam tercenung. Apa yang dikatakan Niko benar. Menuduh orang berbuat kesalahan tanpa bukti bisa dianggap fitnah. Tiba-tiba Deni menemukan sebuah ide. Dia lalu membisikan ide itu pada Niko. Wajah Niko berseri-seri, tapi sejurus kemudian berubah ragu.

“Kamu yakin rencana kamu bisa berhasil?”

“Kita coba saja!”

Siang itu, suasana di kantin sekolah tampak sepi. Bu Kantin, sebutan pemilik kantin, sedang mencuci mangkok dan gelas. Tiba-tiba masuk seorang anak laki-laki bertubuh kurus. Dialah Andre. Anak itu langsung duduk di bangku.

“Bu Kantin, bikinin es jus!” pinta Andre.

“Pakai gelas atau plastik, Nak?” tanya Bu Kantin.

“Pakai plastik saja, Bu.”

Bu Kantin menuju ke meja tempat meracik es jus. Saat Bu Kantin sedang membuatkan es jus, Andre mengambil beberapa panganan di atas meja dan memasukkan ke dalam saku celana. Perbuatannya itu tidak diketahui oleh Bu Kantin. Tapi ada sebuah kamera pengintai dipasang di sudut atas ruang kantin yang merekam perbuatannya.

Ketika Bu Kantin sudah selesai membuatkan es jus dan diberikan kepada Andre, anak itu segera membayar dan bergegas pergi. Tapi di depan pintu dia dicegat oleh Deni dan dua orang temannya. Pak Guru juga bersama mereka.

“Hayo, ketahuan sekarang! Kamu habis mencuri ya!” seru mereka.

“Mencuri apa? Aku nggak mencuri! Apa buktinya?” ujar Andre mengelak dan menantang.

Deni lalu mengambil handycam milik sekolah yang dipasang secara tersembunyi di sudut atas ruang kantin. Mulanya Pak Guru keberatan Deni meminjam handycam itu. Tapi setelah dijelaskan maksudnya, Pak Guru tak keberatan. Deni dan teman-temannya kemudian merancang skenario untuk menjebak Andre.

Ketika Andre diperlihatkan rekaman dari handycam yang telah merekam perbuatannya tadi, anak itu tak bisa mungkir lagi. Dia menundukkan kepalanya seraya mengakui perbuatannya.

“Maafkan saya, Pak. Saya menyesal. Saya mencuri karena tidak punya uang untuk jajan. Orang tua saya miskin,” ucap Andre sambil menangis.

“Yang namanya mencuri, apa pun alasannya adalah berdosa. Kamu tidak boleh mengulanginya lagi!” ujar Pak Guru.

“Iya, Pak. Saya berjanji, tidak akan mengulanginya!”

“Bagus! Kejadian ini bisa menjadi pelajaran buat siapa saja. Yang namanya perbuatan jahat serapi apa pun menyembunyikannya, pasti akan ketahuan juga. Allah Maha Mengetahui semua perbuatan umat-Nya, sekalipun di tempat gelap dan tersembunyi. Bahkan yang terbetik dalam hati manusia. Jika perbuatan Andre bisa direkam oleh kamera, itu karena Allah telah menggerakkan hati Deni dan teman-temannya menggunakan benda canggih ini untuk hal yang benar. Jadi handycam ini adalah sarana bagi manusia untuk berbuat suatu kebaikan. Kalian mengerti?” tutur Pak Guru panjang lebar.

Anak-anak mengangguk paham.

Tidak ada komentar: