15 Maret 2011

Gara-gara Hape

Oleh Eko Hartono


Nanang senang bukan main ketika dibelikan sebuah hape baru oleh orang tuanya. Meski hanya seken dan belum ada kameranya, tapi memiliki fitur game dan bisa untuk mendengarkan radio FM. Ke mana pun pergi hape itu selalu dibawa, bahkan ke sekolah.

Maksud orang tuanya membelikan hape supaya Nanang rajin belajar dan bisa menunjang kegiatannya di sekolah. Selain itu juga memudahkan untuk berkomunikasi jika sedang berjauhan. Nanang sendiri berjanji akan lebih tekun belajar. Dia tidak akan melalaikan tugas-tugasnya di rumah.

Namun janji tinggal janji. Sejak memiliki hape Nanang malah jadi malas dan suntuk bermain hape. Tiap hari kerjanya cuma main game dan sms-an dengan teman-temannya. Bisa berjam-jam dia ngendon di kamar atau duduk di beranda memegang hape. Dia begitu asyik dengan hape barunya.

Ibunya sampai dibuat kesal karena Nanang tak pernah mau lagi membantu pekerjaan di rumah.

“Ya, ampun, Nang. Tiap hari mainan hape terus. Kapan kamu mau membantu ibu?” keluh sang Ibu.

“Ah, Ibu. Nanang kan lagi membalas sms dari teman. Kalau nanti tidak dibalas dikira Nanang tidak setia kawan,” jawab Nanang berdalih.

“Ya, tapi kalau sms-an sampai berjam-jam apa tidak membuang waktu percuma. Kalau semua teman kamu mengirim sms dan mesti dijawab semua, itu sama saja pemborosan.”

“Tapi mau bagaimana lagi, Bu. Namanya juga teman. Katanya kita mesti jadi anak gaul biar tidak terkucil…”

“Iya, tapi sms itu seperlunya dan yang penting-penting saja. Kalau semua hal diomongin lewat sms, apalagi cuma untuk ngobrol yang tak perlu, itu sama halnya buang-buang pulsa dan waktu percuma. Ada hal lain yang lebih penting dikerjakan selain ngobrol lewat sms. Bahkan sms itu bisa merugikan lo!”

Nanang tak begitu menggubris nasehat ibunya. Baginya, ber-sms-an dengan teman-teman mengasyikkan.

Suatu hari Nanang mendapat sms dari Adi. Temannya itu bilang kalau Ifan dan Dani sedang musuhan. Mereka kemarin berantem di lapangan. Nanang sebenarnya tak percaya dengan kabar itu, karena dia tahu Ifan dan Dani bersahabat karib. Karena penasaran, Nanang lalu ganti sms Santoso.

Esok harinya ketika Nanang tiba di sekolah dia dicegat oleh Dani. Tanpa ada badai tanpa ada topan, tiba-tiba Dani marah-marah dan menuduhnya berbuat fitnah. Nanang telah menyebar berita lewat sms bahwa dirinya berantem dengan Ifan. Tentu saja Nanang membantah. Dia justru tahu kabar itu dari Adi. Untuk membuktikannya Nanang lalu mengajak Dani menemui Adi.

Tapi ketika bertemu Adi, anak itu berkelit kalau dirinya penyebar fitnah. Dia tahu kabar itu dari teman lain. Begitulah, semua saling melempar tanggung jawab. Tak ada yang mau mengaku siapa pertama kali mencetuskan isu kalau Dani dan Ifan berantem. Dani dan Ifan merasa dirugikan oleh kabar yang beredar lewat sms. Karena kabar itu telah sampai pada orang tua mereka.

Pak guru yang mendengar keributan di dalam kelas enam itu segera mendekat. Beliau menanyakan, apa yang terjadi. Setelah mendapat penjelasan dari anak-anak, barulah beliau mengerti. Beliau pun mengungkapkan keprihatinan dan kekecewaannya.

“Makanya, anak-anak. Berhati-hati dalam menyampaikan suatu berita. Bapak bukannya tidak suka kalian memiliki hape, tapi hape itu cuma sekadar sarana dan alat. Janganlah kalian gunakan sarana dan alat komunikasi itu untuk hal-hal yang tidak baik. Kalian boleh saja ber-sms, tapi ber-smslah yang baik, santun, dan tidak merugikan orang lain. Jangan menyampaikan berita yang belum ada buktinya. Itu sama halnya berbuat fitnah. Ingatlah, yang namanya fitnah itu dosa. Fitnah bisa merusak jalinan persaudaraan dan persahabatan. Kalian mengerti, kan?” tutur Pak Guru panjang lebar.

Anak-anak mengangguk, mengerti.

“Baiklah. Biar kalian tidak membuang waktu percuma dengan ber-sms-an, bagaimana kalau setiap tiga kali seminggu kalian mengikuti ekstra kurikuler. Kalian berkumpul untuk mengadakan kegiatan yang bermanfaat seperti pramuka, latihan drama, tari, menulis puisi, dan lain sebagainya. Dengan sering berkumpul dan bertatap muka kalian jadi lebih tahu keadaan masing-masing. Bagaimana?”

Saran dari Pak Guru itu diterima oleh anak-anak. Mereka mengangguk setuju. Nanang kini paham, kenapa ibunya mengatakan bahwa ber-sms bisa merugikan. Hal itu terjadi jika kita menggunakan hape untuk tujuan yang tidak baik atau untuk bermalas-malasan!

8 komentar:

Rie Rie mengatakan...

baca cerpen anak2 ini jadi pengin ikutan lomba....
makasih dah menginspirasi saya yah...
met lomba n lam kenal...

Mas Didik mengatakan...

Lebih menarik kumpul bareng temen di ekskul atau temu darat lainnya.. daripada hanya sekedar SMS-an :-) Moral ceritanya juga menarik Pak.. tentang penyampaian berita yang benar

Rie Rie mengatakan...

hehehe...pesen moralnya kayak cerpen punyaku...

Levin LME mengatakan...

sangat mudah dicerna buat anak dan bahasanya mudah dimengerti sehingga tidak membosankan.

Anonim mengatakan...

Karena teknologi sesungguhnya bermata dua, semoga selalu ada pengawasan dalam pemakaiannya sehingga memberi aura yang positif bagi semua... Amin...

atmo kanjeng mengatakan...

salam,

saya sering membaca cerita anda pak dan itu membuat saya bersemangat untuk terus menulis. semoga kita suatu kali bisa berbincang-bincang. semoga sukses

MT mengatakan...

hape...hape... :)
ceritanya menarik!

Eko Hartono mengatakan...

terima kasih atas comments semua teman. Kita budayakan menulis dan membaca untuk memajukan Indonesia!
Tabik!